Oleh
: Miskun, S.Pd, M.Pd
Kepala
SD Muhammadiyah Kebumen
A. Perintah berdo’a
Berdasarkan firman Allah :
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ
عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ
“Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina“. [Ghafir/40 :
60].
Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa
Syaikh Taqiyuddin Subki berkata : Yang dimaksud doa dalam ayat di atas adalah
doa yang bersifat permohonan, dan ayat berikutnya ‘an ‘ibaadatiy menunjukkan
bahwa berdoa lebih khusus daripada beribadah, artinya barangsiapa sombong tidak
mau beribadah, maka pasti sombong tidak mau berdoa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
berdoa, barangsiapa yang meninggalkan doa berarti menentang perintah Allah dan
barangsiapa yang melaksanakan berarti telah memenuhi perintah-Nya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَاِذَا
سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ
اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُوْنَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran“. [Al-Baqarah/2 :186].
Syaikh Sa’di mengatakan bahwa ayat di atas
sebagai jawaban atas pertanyaan para sahabat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mereka bertanya : Wahai Rasulullah, apakah Allah dekat sehingga kami
memohon dengan berbisik-bisik ataukah Dia jauh sehingga kami memanggil-Nya
dengan berteriak ? Maka turunlah ayat Allah. [Tafsir At-Thabari dan didhaifkan
oleh Imam Ahmad 3/481].
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat”. Karena
Allah adalah Dzat Yang Maha Melihat, Maha Mengetahui dan Maha Menyaksikan
terhadap sesuatu yang tersembunyi, rahasia dan mengetahui perubahan pandangan
mata serta isi hati. Allah juga dekat dengan hamba-Nya yang meminta dan selalu
sanggup mengabulkan permintaan. Maka Allah berfirman : “Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لا
يَزَالُ يُسْتَجابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بإثم أو قَطِيعَةِ رَحِمٍ ما لم
يستعجلْ ، قيل : يا رَسول الله ، ما الاستعجال ؟ قال : يقول : قد دعوتُ ، وقد
دَعَوتُ فلم أرَ يستجيب لي ، فَيَسْتَحْسِرُ عند ذلك ، ويَدَعُ الدعاءَ
“Do’a seorang hamba akan selalu
dikabulkan selagi tidak memohon sesuatu yang berdosa atau pemutusan kerabat,
atau tidak tergesa-gesa. Mereka bertanya : Apa yang dimaksud tergesa-gesa ?
Beliau menjawab : ” Dia berkata ; Saya berdoa berkali-kali tidak dikabulkan,
lalu dia merasa menyesal kemudian meninggalkan doa“. [Shahih Muslim, kitab
Dzikir wa Do’a 4/87].
Menurut Imam An-Nawawi yang dimaksud
menyesal adalah meninggalkan doa. [Syarh Shahih Muslim 17/52].
Maka seharusnya seorang hamba harus terus
berdoa dan tidak boleh bosan serta merasa tidak dikabulkan doanya. Dalam ucapan
: “Saya berdoa berkali-kali tetapi tidak dikabulkan”.
Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu
bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ : (( مَا عَلَى الأرْضِ
مُسْلِمٌ يَدْعُو الله تَعَالَى بِدَعْوَةٍ إِلاَّ آتَاهُ اللهُ إيَّاها ، أَوْ
صَرفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ، مَا لَمْ يَدْعُ بإثْمٍ ، أَوْ قَطِيعَةِ
رَحِمٍ )) ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَومِ : إِذاً نُكْثِرُ قَالَ : (( اللهُ
أكْثَرُ )) . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ ))
“Tidak ada seorang muslim berdoa kepada
Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Allah akan mengabulkannya atau
menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya, selagi tidak berdoa
sesuatu dosa atau pemutusan kerabat. Ada seorang laki-laki dari suatu kaum
berkata : Jikalau begitu saya akan memperbanyak (doa). Beliau bersabda :
‘”Allah mengabulkan doa lebih banyak daripada yang kalian minta”. [Sunan
At-Tirmidzi, bab Doa 13/78. Dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul bari
11/98].
B. Do’a melepaskan belenggu manusia
Disebutkan oleh Abu Sa‘id al-Khudri, pada
suatu hari, Rasulullah SAW masuk ke masjid. Ternyata di sana sudah ada seorang
laki-laki Anshar yang bernama Abu Umamah. Beliau kemudian menyapanya, “Hai Abu
Umamah, ada apa aku melihatmu duduk di masjid di luar waktu shalat?” Abu Umamah
menjawab, “Kebingungan dan utang-utangku yang membuatku (begini), ya Rasul.”
Beliau kembali bertanya, “Maukah kamu jika
aku ajarkan suatu bacaan yang jika kamu membacanya, Allah akan menghapuskan
kebingunganmu dan memberi kemampuan melunasi utang?” Umamah menjawab, “Tentu,
ya Rasul.” Beliau melanjutkan, “Jika memasuki waktu pagi dan sore hari, maka
bacalah:”
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ
وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ
غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari kebingungan dan
kesedihan. Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku
berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu
dari lilitan utang dan kesewenang-wenangan manusia). .”dari
Sahabat Abu Umamah (HR Abu Dawud 4/353)
Abu Umamah menuturkan,
“Setelah aku mengamalkan doa itu, Allah benar-benar menghilangkan kebingunganku
dan memberi kemampuan melunasi utang.”
أَعُوذُ
بِكَ مِنَ الْهَمِّ
aku berlindung kepada-Mu dari
kebingungan masa (belum move on) sulit melupakan trauma pengalaman pahit yang
sudah lama
وَالْحَزَنِ
dan kesedihan / kegaluan / kehatiran dimasa yang akan datang,
bisa urusan rezeki, urusan anak, urusan pekerjaan / karir dll
وَأَعُوذُ
بِكَ مِنَ الْعَجْزِ
aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan
وَالْكَسَلِ
dan kemalasan,
وَأَعُوذُ
بِكَ مِنَ الْجُبْنِ
aku berlindung kepada-Mu dari sifat
pengecut,
وَالْبُخْلِ
aku berlindung kepada-Mu dari kikir
وَأَعُوذُ
بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan
orang-orang
C. Do’a yang menentramkan
Doa lainnya
sebagai berikut:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ قَالَ لِرَجُلٍ قُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطْمَئِنَّةً ، تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ ، وَتَرْضَى بِقَضَائِكَ
, وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكَ
"Ya Allah, aku memohon
kepadaMu jiwa yang merasa tenang kepadaMu, yang yakin akan bertemu denganMu,
yang ridho dengan ketetapanMu, dan yang merasa cukup dengan pemberianMu."(HR
Thabrani).
Di samping mengamalkan dan membaca doa
yang diajarkan Rasulullah SAW ini,
ketika seseorang diterpa banyak masalah, dirundung kegundahan, dan impitan
hidup, Rasulullah SAW juga mengajarkan dzikir:
حَسْبُنَا
اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Cukuplah Allah tempat berserah diri
bagi kami, sebaik-baik pelindung kami, dan sebaik-baik penolong kami.
Sebagaimana terdapat dalam hadits bahwa
ketika seseorang datang menghampiri Nabi lalu berkata, "Rasulullah,
sesungguhnya orang-orang non-Muslim telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerangmu, maka takutlah kepada mereka. Kemudian, Nabi SAW mengucapkan,
'Hasbunallah wani'mal-wakil.'"
Setelah kejadian ini, Allah menurunkan
surah Ali Imran (3) ayat 173:
اَلَّذِيْنَ
قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ
فَزَادَهُمْ اِيْمَانًا ۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
"Ketika seseorang berkata
kepada Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, ternyata ucapan itu justru
menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, 'Cukuplah Allah menjadi penolong
kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.'" (HR Bukhari).
Oleh karenanya, seorang Muslim
dianjurkan selalu melibatkan Allah dalam mengatasi kegundahan hidup yang dihadapi.
Bukankah Allah menjanjikan:
فَإِنَّ
مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
إِنَّ
مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
"Sesungguhnya bersama kesulitan
ada kemudahan." (QS asy-Syarh [94]: 5-6)
1.
Sekarnag
muncul suatu mitos : bahwa ketenangan, kedamaian itu factor eksternal: factor
ekonomi, factor keadaan masalah yang dihadapi, factor politik, factor negara.
Itu mitos yang berkembang pada fenomena sekarang.
Ada hasil riset
professor dari australi : Sonia Lyubomirsky : pengaruh lingkungan pada
kebahagian seseorang itu hanya 10 %. Jadi betapapun riuhnya kondisi lingkungan
kit aitu maksimal hanya berpengaruh maksimal 10 %.
Seperti para aulia, Kalau menurut kacamata awam para Nabi, para
Rasul itu hidupnya susah terus, hidupnya penuh dengan ujian yang tak berujung.
Kelihatannya seperti itu. Penilaian seperti ini dibantah oleh Alloh.
اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ
لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ
Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada
rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS Yunus: 62)
2.
Inner
peace itu identic dengan malas, slow, identic dengan rebahan.
Padahal peradaban islam
kita kenal dengan Best Prestasi, Best Karya. Jadi tidak benar
3.
Inner
peace itu identic egois, tidak mau menolong orang, hanya memikirkan dirinya
sendiri.
Loh bagaimana bisa
menolong orang lain kalau kita sendiri masih galau, masih penuh hawatir, masih
belum membahagaiakan dirinya sendiri.
Justru
dengan kedaimaian hati, dengan dimilikinya ketenangan hati bisa meluaskan
ketenangan orang lain.
Doa ini diriwayatkan
Imam Thabrani dari Abu Umamah, dia berkata;
اللَّهُمَّ إِنِّي
أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطْمَئِنَّةً
، تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ ،
وَتَرْضَى بِقَضَائِكَ , وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكَ
“Sesungguhnya Nabi saw. berkata (mengajari) seseorang. Katakanlah, ‘Allahumma
inni as-aluka nafsan bika muthma-innah, tu’minu biliqo-ika wa tardho bi
qodho-ika wataqna’u bi ’atho-ika.’”
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطْمَئِنَّةً
“Ya Allah, aku memohon kepadaMu jiwa yang merasa tenang
kepadaMu, Nafsu Mutmainnah,
Menurut Ibnu Qoyim jiawa dibagi menjadi 3 yaitu:
Pertama, jiwa
yang tenang (an-nafs al-mutmainnah)
adalah jiwa yang berada pada perkembangan jiwa tatkala mendapatkan ketenteraman
dan kedamaian karena Tuhan.
Kedua, jiwa yang penuh penyesalan (an-nafs al-lawwah) adalah mencela.
Secara lughawi, istilah al-lawwamah mengandung arti amat mencela dirinya
sendiri
Ketiga, jiwa yang memerintah (an-nafs al-'amarah : Jiwa yang Dominasi
keburukan yang sumber segala jenis perbuatan untuk memenuhi perbuatan-perbuatan
kemurkaan (ghadlab) dan keinginan (syahwah) untuk menguasai jiwa.
Al-Quran surat Yusuf ayat 12:53:
"Dan aku tidak membebaskan diriku dari
kesalahan, karena sesungguhnya jiwa itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali jiwa yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang
Ada 3 rahasia atau 3 pilar ketenangan hati,
kedamaian hati yaitu :
تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ
Hati yang yakin akan bertemu denganMu: Tujuan yang
jelas.
Orang kalau tahu tujuannya, meskipun menderita dalam
menempuhnya itu rela dan menikmatai penderitaan. Apa jadinya kalau Rihonya
Alloh, maafnya Alloh, Cintanya Alloh. Semua mendadak menjadi enteng, semua
menjadi ringan, semua menjadi enak.
Meski orang menjauhi, meski orang tidak menyukai,
meski orang mendengki tidak mengapa yang penting Alloh tidak meninggalkan
kita. Yang penting Alloh Ridho.
، وَتَرْضَى
بِقَضَائِكَ
Jiwa yang ridho dengan ketetapanMu:
semakin tidak Ridho dengan ketetapan Alloh akan
semakin menderita semakin susah dalam berbagai kejadian. Bahkan Alloh itu
sangat keras terhadap hambanya yang tidak mau menerima ketetapannya, tidak mau
bersyukur atas karunianya, dan tidak bersabar atas ujian dariNya. Padahal Aloh
SWT dalam ayat lain untuk urusan melampau batas pada perbuatan dosa masih
diapnggil dengan wahai hamba-hambku Q.S Az Zumar : 53
قُلْ
يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ
ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ
ٱلرَّحِيمُ
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
وَقَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْحَى اللّٰهُ تَعَالَى إِلَى مُوسَى بْنِ
عِمْرَانَ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ : يَا مُوْسَى
مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِيْ وَلَمْ يَصْبِرْ
عَلَى بَلَائِيْ وَلَمْ يَشْكُرْ نَعْمَائِيْ فَلْيَخْرُجْ مِنْ بَيْنِ أَرْضِيْ
وَسَمَائِيْ وَلْيَطْلُبْ لَهُ رَبًّا سِوَائِيْ
Nabi SAW bersabda: “Alloh SWT telah
memberikan wahyu kepada Musa bin ‘Imran A.S : Wahai Musa Barangsiapa yang tidak
ridho dengan keputusan-Ku,tidak sabar dengan ujian-Ku dan tidak mensyukuri
ni'mat-ni'mat-Ku. Maka hendaklah ia keluar dari diantara bumiku dan langitku.
Dan hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku untuknya
Menurut Road
Less Traveler : Psikiater terkemuka yang pasiennya ribuan. Beliau menyimpulkan
bahwa sumber gangguan jiwa itu Cuma satu yaitu TIDAK MAU TERIMA
, وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكَ
dan yang merasa
cukup dengan pemberianMu.”
Dari Zaid bin
Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasûlullâh SAW bersabda:
مَنْ
كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ
بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ
وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ
أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.
Barangsiapa tujuan
hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan
kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali
menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan)
hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan
kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”
Juga firman Allâh Azza wa Jalla :
مَنْ
كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ ۖ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ
حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ
Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan
Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan
di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia
tidak akan mendapat bagian di akhirat. [Asy-Syûrâ/42:20]
‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu mengatakan,
اِرْتَـحَلَتِ
الـدُّنْـيَـا مُـدْبِرَةً ، وَارْتَـحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً ، وَلِـكُـلِّ وَاحِدَةٍ
مِـنْـهُمَـا بَـنُـوْنٌ ، فَـكُـوْنُـوْا مِنْ أَبْـنَـاءِ الْآخِرَةِ ، وَلَا تَـكُوْنُوْا
مِنْ أَبْنَـاءِ الدُّنْيَـا ، فَإِنَّ الْـيَـوْمَ عَـمَـلٌ وَلَا حِسَابَ ، وَغَدًا
حِسَابٌ وَلَا عَمَلَ.
Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan kita,
sedangkan akhirat pasti akan datang. Masing-masing dari dunia dan akhirat
memiliki anak-anak, karenanya, hendaklah kalian menjadi anak-anak akhirat dan
kalian jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah hari amal tanpa
hisab (di dalamnya), sedang kelak adalah hari hisab tanpa amal (di dalamnya
Referensi:
1.
kitab
Aadaab Islaamiyyah, Penulis ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani, Judul
dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki Rahmawan,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret 2006M]
2.
Bahjah
An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied
Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
3.
Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim li Al-Imam Ibnu Katsir. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat Basyir bin Yasin.
Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
4.
Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman
bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
5.
Zaad Al-Masiir. Ibnul Jauzi (Al-Imam Abul Faraj Jamaluddin
‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad Al-Jauzi Al-Qurosyi Al-Baghdadi). Penerbit
Al-Maktab Al-Islami.